Jadi ceritanya tadi pagi gue bangun bukan karena alarm, tapi karena notifikasi Google Search Console yang salah satunya bilang “itu page error, bro”. Langsung deh mood swing: antara pengen nangis sama pengen nyoba debugging sambil ngopi. Sebagai orang yang kerja di dunia digital marketing, hidup gue sering berputar antara optimasi SEO, eksplorasi alat AI marketing yang lagi hits, dan ngikutin tren bisnis online yang kadang bikin kepala cenat-cenut. Kali ini gue pengen curhat—lebih ke diary gitu—tentang gimana rasanya jadi marketer di era yang cepat berubah ini.
SEO: Baper sama Google itu wajar
Kalau ada yang bilang SEO itu udah mati, tolong selamatkan dia dari misinformasi. SEO itu kayak hubungan asmara: perlu perhatian, kejujuran (konten bagus), dan kesabaran. Algoritma Google berubah-ubah, tapi prinsip dasarnya masih sama—berikan user apa yang mereka cari. Jadi, gue sering banget ngulang soal keyword research, on-page optimization, dan struktur konten supaya halaman tidak cuma muncul tapi juga dicintai oleh user.
Ada kalanya gue coba trik SEO yang konvensional: meta tag, heading, internal link. Lalu ada momen gue coba hal-hal yang lebih “manusiawi”: nulis seperti ngobrol, pakai storytelling, dan fokus ke intent. Ternyata, ketika content terasa natural, retensi pengguna naik dan bounce rate turun. Intinya, jangan cuma mengejar rank; kejar relevansi. Google suka yang relevan, bukan yang sok pintar.
AI marketing: temen baru yang kadang ngeselin
Pernah kebayang punya asisten yang bisa nulis copy, bikin email drip, dan bantu analisis data dalam hitungan detik? That’s AI marketing buat gue. Tools AI bikin kerja lebih cepet—ide konten muncul, subject line teruji, dan segmentasi audiens bisa diprediksi. Tapi, jangan bayangin AI itu all-powerful. Kadang hasilnya kaku atau terdengar “robot”, lalu tugas kita adalah humanize hasilnya biar tetap nyambung ke audiens.
Contoh lucu: gue minta AI bikin caption Instagram, hasilnya puitis kayak novel abad ke-19. Ya lucu, tapi gak cocok buat brand yang fun dan santai. Makanya kombinasi manusia + AI itu ideal: AI kasih draft, manusia kasih jiwa. Buat referensi alat dan ide, gue kadang ngereferensi ke sumber seperti techmarketingzone untuk cari insight terbaru dan review tools.
Tren bisnis online yang bikin deg-degan (atau excited)
Tren berubah cepat: dari social commerce, livestream selling, ke micro-influencer, sampai era subscription dan komunitas. Yang bikin gue semangat adalah peluang kreatifnya—kamu bisa jualan pakaian, kursus, atau bahkan dog walking service dengan strategi digital yang pas. Tapi ingat, bukan semua tren cocok untuk semua bisnis. Yang paling penting adalah paham audiens dan scale secara bertahap.
Satu tren yang lagi gue cek berkali-kali: personal branding pemilik bisnis. Orang beli cerita di balik produk, bukan sekadar produk. Jadi kalau kamu pemilik brand, jangan takut nunjukin personality—konyol boleh, jujur wajib. Ini juga yang bikin micro-influencer makin powerfull karena mereka punya kepercayaan (trust) yang tinggi dari follower mereka.
Praktisnya: apa yang gue pelajarin dari semua itu
Ada beberapa hal sederhana yang gue terapin dan terbukti membantu: pertama, jadwalkan audit SEO rutin biar gak kaget kalau halaman tiba-tiba drop. Kedua, gunakan AI untuk meningkatkan produktivitas, tapi jangan lupakan kontrol kreatif manusia. Ketiga, pantau tren, tapi jangan lompat ke strategi baru tanpa uji coba kecil. Sering banget orang terjebak FOMO dan ngeluarin anggaran tanpa data—jadinya kebakaran modal, bukan pertumbuhan.
Di akhir hari, digital marketing buat gue bukan cuma soal angka atau tools canggih. Ini soal eksperimen, kegigihan, dan terus belajar. Kadang kita menang, kadang kita salah langkah—tapi semuanya berharga. Kalau kamu juga kerja di bidang ini atau lagi mulai jualan online, keep your curiosity alive, treat AI as co-pilot, and be kind to your SEO-loving soul. Eh, dan jangan lupa istirahat, ya—kafein itu membantu, tapi tidur itu penyelamat.
Oke, cukup curhatan dari gue hari ini. Besok mungkin gue bakal cerita lagi soal A/B test yang bikin hati dag-dig-dug, atau tentang influencer yang bikin penjualan meledak. Sampai jumpa di post berikutnya—semoga website kamu sehat, keyword kamu naik, dan conversion rate kamu bikin senyum-senyum sendiri.