Curhat Marketer: SEO, AI Tools dan Tren Bisnis Online

Curhat Marketer: SEO, AI Tools dan Tren Bisnis Online

Jujur aja, beberapa tahun terakhir gue sering ketawa sendiri tiap denger kata “digital marketing” — bukan karena lucu, tapi karena berubahnya cepet banget. Dari optimasi SEO yang kelihatan simpel sampai sekarang yang diserbu AI marketing tools, rasanya kayak naik roller coaster yang ga ada remnya. Di tulisan singkat ini gue pengen ngobrol biasa aja: curhat, cerita kecil, dan gimana gue nyesuaiin strategi biar ga ketinggalan zaman.

Informasi: SEO Masih Raja, Tapi Bukan Lagi Satu-satunya

Kalau ngomongin SEO, banyak yang mikir cuma soal keyword dan backlink. Padahal sekarang search engine lebih pintar — mereka ngeliat niat user, pengalaman halaman, dan relevansi konten. Gue sempet mikir: “Kalau dulu optimasi keyword 10 tahun lalu bikin ranking, apa yang harus gue lakuin sekarang?” Jawabannya sederhana tapi butuh usaha: fokus ke user intent, struktur konten yang jelas, dan kecepatan situs.

Contoh kecil: gue pernah ngerjain blog kecil untuk teman yang jualan kue rumahan. Kita berhenti ngejar kata kunci yang kompetitif dan mulai bikin artikel soal “cara nyimpan kue basah agar awet 3 hari” — trafficnya naik, bounce rate turun, dan penjualan jadi ada yang datang dari artikel tersebut. SEO sekarang lebih tentang solving problems daripada ngejar angka doang.

Opini: AI Marketing Tools — Teman atau Musuh?

AI marketing tools itu kaya pisau bermata dua buat gue. Di satu sisi, mereka ngasih efisiensi: otomatisasi email, analisis data, bahkan pembuatan konten kasar yang bisa diedit. Tapi di sisi lain, ada rasa takut kehilangan “suara merek” karena terlalu mengandalkan template AI. Gue suka bilang: AI itu asisten, bukan pengganti emosi manusia dalam marketing.

Sebagai contoh, gue pernah nyobain beberapa tools buat generate ide caption Instagram. Awalnya kagum karena dapet 50 caption dalam 5 menit, tapi banyak yang terasa datar. Akhirnya gue combine: minta AI bikin kerangka, terus gue poles pake bahasa sehari-hari—biar terasa lebih personal. Kalau mau baca referensi dan insight tentang tool-tool ini, gue sering cek sumber-sumber terpercaya seperti techmarketingzone buat tetep update.

Sedikit Sinis, Sedikit Lucu: Tren Bisnis Online yang Bikin Gue Geleng Kepala

Ada tren yang bikin gue ketawa sinis: micro-influencer yang nyaranin produk sambil lupa bilang itu sponsored post; atau toko online yang cuma upload foto produk tanpa deskripsi karena pikir “gak perlu, kan visual yang jualan”. Gue sempet mikir, kalau semua orang jujur dan beda, pasar bakal lebih sehat.

Kisah lucu: suatu kali gue nemu akun IG yang jualan baju dengan caption “Beli sekarang biar nggak nyesel nanti.” Gue komen iseng, “Nyesel karena apa?” Ternyata penjualnya bales panjang, cerita soal produksi, quality check, sampai packaging yang dipilih karena anaknya suka kertas kado. Konten itu jauh lebih engage daripada caption genetik yang otomatis dibuat tools. Pelajaran? Kejujuran dan cerita masih punya nilai jual tinggi.

Praktis: Cara Gue Menyusun Strategi Sekarang

Strategi gue sekarang sederhana: 1) Audit rutin performa (engagement, konversi, SEO), 2) Kombinasi AI + tangan manusia untuk konten, 3) Fokus pengalaman user (kecepatan, navigasi, trust signals). Jujur aja, kadang malas mundur dari kampanye yang “nampak berhasil”, tapi data biasanya ngomong lain — jadi wajib berani koreksi.

Untuk pebisnis kecil yang nanya mulai dari mana, saran gue: mulai dari dasar. Pastikan website rapi, deskripsi produk jelas, dan coba satu kanal sosial dulu dengan konsisten. Jangan lupa eksperimen dengan AI, tapi jangan lupa sentuhan manusia—karena rasa itu yang akhirnya bikin pelanggan balik lagi.

Di era ini, jadi marketer itu ga cuma soal teknik, tapi soal cerita. Cerita yang jujur, relevan, dan bisa bikin orang ngerasa terhubung. Gue masih belajar tiap hari, dan curhat kecil ini semoga bikin lo ngerasa nggak sendirian di perjalanan digital marketing yang kadang bikin pusing, kadang bikin puas.

Leave a Reply